Gunung Slamet: Nanjak Pertama Kali Bareng Orang Nggak Dikenal
Pertama, ingin rasanya mengucapkan terima kasih kepada semua pendaki senior yang menerima pendaki pemula sepertiku dengan tangan terbuka. Dalam cerita ini akan muncul banyak kebaikan mereka.
Pertama kali kaki ini melangkah di gunung hanya sampai Pos Wadas Gantung Gunung Slamet dengan ketinggian 1768 mdpl. Beberapa kesalahan pun tak luput dilakukan. Seperti membawa terlalu banyak barang untuk kegiatan yang hanya sehari semalam.
Wadas Gantung 1768 mdpl |
Kukira sampai sini sudah merupakan hal yang luar biasa untuk orang sepertiku yang tidak pernah nanjak sebelumnya.
Namun, waktu berkata lain. Bang Dik, seorang yang kukenal hanya sebulan, memberikan kesempatan untuk berkunjung ke Gunung Slamet di ketinggian 3428 mdpl. Dia asli Padang dan sedang berkuliah di Banten.
Bang Dik menghubungiku tanggal 21 Agustus, katanya dia bersama dua teman laki-lakinya akan berangkat Hari Selasa dari Banten ke tanah kelahiranku, Purbalingga.
Tawaran kali ini pun sangat sulit untuk ditolak. Nanjak di gunung yang setiap pagi bisa dilihat dari depan rumah. Pasti keren.
Eitss.. sebelumnya harus cari teman perempuan dulu supaya bisa ikut.
Ternyata tidak mudah mengajak teman yang mau dan bisa nanjak dalam hitungan hari. Sangat susah. Sangat banyak alasan yang muncul. Mulai dari waktunya yang terlalu mendadak, sudah ada acara di hari itu, izin orang tua, bahkan sampai fisik dan mental yang rasanya tidak siap menghadapi gunung.
Hampir putus asa setelah tertolak sebagian besar temanku. Sampai-sampai berpikir "Mungkin kali ini tidak berkesempatan nanjak, hanya mengantarkan Bang Dik beserta temannya hingga basecamp".
Hari Rabu, mereka sudah jalan dari Banten kemarin. Sementara aku belum menemukan teman nanjak perempuan.
Di tengah rasa putus asa ini aku mengajak Nafisah. Dia langsung mengiyakan tanpa bertanya panjang lebar dan tanpa memberikan alasan apapun. Lega rasanya.
Hari Kamis jam 10 pagi, katanya mereka sampai di Purwakarta. Setahuku, Purwakarta itu masuk wilayah Jawa Barat. Ah masih jauh, aku bisa ke rumah Nafisah terlebih dahulu untuk prepare perlengkapan.
Dan, JengJengJeng... saat baru saja duduk di kursi ruang tamu Nafisah, Bang Dik bilang sudah sampai di pertigaan dekat rumah. Eh kok bisa secepat itu? Aku dan Nafisah pun segera pulang dengan membawa carrier, kompor, gas, nesting, tenda, dan sleeping bag.
-
Saat berhenti di pertigaan, aku melihat sepasang motor beserta carrier besar di sekitarnya. Pasti itu mereka.
Benar saja, langsung kucari Bang Dik di antara mereka bertiga. Sejujurnya sangat canggung bertemu dengan orang yang hanya dikenal sebulan dan tidak pernah bertemu lagi selama setengah tahun. Ditambah dua orang yang baru kulihat pertama kali ini.
Kami saling memperkenalkan diri, namanya Bang Bari dan Bang Dani. Mereka bertiga asli Padang, jadi kusebut Abang Padang. Kami langsung ke rumah, jujur sampai rumah pun masih sangat canggung.
Setelah salat asar dan istirahat sebentar, kami membahas persiapan nanjak besok. Meskipun beberapa kali mencoba mengikis rasa canggung, kami masih sangat canggung membahas logistik dan perlengkapan yang kurang.
Bakda magrib, Abang Padang mulai packing dan meninggalkan barang yang tak terpakai di rumah. Mereka berangkat ke basecamp Bambangan bakda isya untuk melihat simaksi dan mengurus pendaftaran.
Nafisah dan aku pun pergi membeli logistik di toko yang masih buka 8.30 malam ini. Sebelumnya kami iuran Rp 50.000/orang untuk keperluan logistik 3 hari 2 malam di gunung.
Logistik yang kami bawa untuk 5 orang antara lain:
1. Beras 2,5 kg, (setelah turun gunung masih tersisa 1 kg)
2. Air mineral 1,5 L/orang, (harus isi ulang dua kali)
3. Mi instan 8 bungkus (4 kuah dan 4 goreng),
4. Sarden 2 kaleng,
5. Roti tawar sebungkus (jangan lupa susu atau selai),
6. Tempe 3 buah,
7. Nugget 200 gram,
8. Gula jawa (katanya ini wajib untuk menambah stamina saat naik),
9. Sayuran (bayam, sawi, wortel),
10. Minyak, bumbu, garam,
11. Kopi, teh, gula, dan beberapa camilan.
Hari Jumat pukul 10 pagi, Nafisah dan aku menyusul ke basecamp membawa satu carrier berisi perlengkapan pribadi kami serta tas tenteng berisi logistik.
Sampai di basecamp, kami masih terlalu canggung untuk mengobrol satu sama lain. Bagaimana jika di tengah perjalanan tidak kuat? Apakah akan ditinggal karena kami orang asing? Ah sudahlah, mulai overthinking.
Biaya registrasi Rp 25.000/orang. Dihimbau juga untuk menyiapkan surat sehat atau surat keterangan vaksin selama masa PPKM seperti ini. Jika tidak sempat, bisa mempersiapkan materai untuk membuat surat pernyataan sehat.
Pukul setengah 2 siang kami keluar dari basecamp. Tersedia juga jasa ojek dengan ongkos Rp 25.000/orang untuk mengantar sampai pos ojek di dekat pos 1. Namun karena perjalanan kami santai, kami memilih jalan kaki.
Jalur basecamp - pos 1 didominasi jalan semen. Menurut sebagian pendaki, jalur seperti inilah yang sangat membosankan dan melelahkan. Setelah melewati pos ojek, jalur berubah menjadi tanah yang dikelilingi banyak pohon besar.
Perjalanan Pos 1 Gunung Slamet |
Aku dan Nafisah bergantian membawa carrier yang berisi perkap pribadi kami. Kami sering berhenti duduk istirahat. Abang Padang juga menunggu kami dengan sabar tanpa mengeluhkan sepatah kata pun. Mereka terus saja memberikan asupan semangat dan kata motivasi.
Kami sampai di pos 1 bertepatan dengan terdengarnya suara azan asar. Setelah istirahat sejenak, kami salat asar dengan tayamum.
Lanjut jalan, kami sampai di pos 2 saat azan magrib. Kami berhenti membuat kopi dan teh untuk menghangatkan diri sambil bergantian salat magrib. Kopi kali ini dibuatkan oleh Bang Dani (agak aneh si panggil Bang Dani hehe).
Kami melanjutkan perjalanan malam sampai di pos 3. Aku dan Nafisah awalnya mengandalkan senter ponsel sebagai penerangan. Namun, dengan baik hatinya kami dipinjami satu senter kecil agar lebih mudah memegangnya. Senter ini dipakai oleh anak yang giliran membawa carrier.
Menurutku pribadi, membawa carrier selain memudahkan dalam membawa barang juga membantu kita saat nanjak. Seakan ada penahan di pinggang yang membantu ketika naik. Jadi menurutku lebih nyaman. Kalau kalian?
Gelapnya malam membuat kami mendirikan tenda di pos 3. Karena perut yang sudah berisik, di sini kami membagi tugas. Abang Padang mendirikan tenda, sementara aku dan Nafisah memasak. Menu malam ini adalah nasi, mi sawi, dan tempe orek.
Di pos 3 ini, kami masih saja sedikit canggung. Parahnya setelah aku dan Nafisah membuat kopi dan teh, kami terlalu malu untuk menawarkan kepada mereka. Sampai kopinya dingin haha...
Kami makan bersama di atas kertas minyak. Setelah makan malam, Bang Bari mengumpulkan kayu bakar dan membuat api unggun. Di sinilah awal mula hilangnya kecanggungan kami.
Api Keakraban |
Di hadapan api yang hangat ini, kami membahas berbagai topik diiringi alunan musik dari ponsel. Pembahasannya dari sabang sampai merauke. Mulai percakapan malam ini, kami tidak memanggil Bang Bari dan Bang Dani lagi.
"Bang Ai" untuk memanggil leader kita, Bang Bari. "Bang Inyiak" untuk Bang Dani. Aku sendiri kurang tahu maksud dari panggilan Bang Ai. Tapi katanya dalam Bahasa Padang, "Inyiak" artinya kakek. Dia dipanggil ini karena dianggap paling tegas, dewasa, dan bijaksana.
Nafisah juga mendapatkan panggilan baru selama perjalanan tadi, dia dipanggil "Si Mbah".
Percakapan di depan api ini berlangsung hingga larut malam dan berakhir saat dinginnya udara gunung mulai mengusik kulit. Kami istirahat di tenda masing-masing.
Tak lupa sebelum tidur, kami salat isya terlebih dahulu. Kali ini kami salat sambil menggertakkan gigi karena dinginnya angin gunung saat tengah malam.
Hari kedua, saat bangun kami langsung mempersiapkan sarapan dengan menu: nasi, sarden, tempe orek, dan mi kering. Kami juga menyadari bahwa air yang kami bawa tinggal sedikit.
Infonya akan ada mata air di pos 5, tapi kami tidak tahu apakah masih mengalir atau sedang kering. Sebagai antisipasi, kami membeli dua botol air mineral di pos 3 seharga Rp 18.000/botol ukuran 1,5 liter. Normalnya seharga Rp 5.000.
Udaranya sangat segar dengan sinar matahari yang baru saja muncul.
Kami memulai perjalanan jam 10 pagi dengan urutan yang sama. Bang Ai di depan sebagai leader, diikuti aku, Nafisah, Bang Dik, dan Bang Inyiak.
Dalam perjalanan, kami sering berpapasan dengan rombongan lain. Mereka yang sedang naik maupun turun gunung, semuanya menyapa. Meskipun tidak mengenal nama, kami saling memberikan semangat satu sama lain.
Perjalanan demi perjalanan, kami sampai dan istirahat sejenak di pos 4. Namanya Pos Samarantu, tidak ada yang mendirikan tenda di pos ini. Jarak menuju pos 5 juga tidak terlalu jauh.
Sampai di pos 5 sekitar jam 1 siang. Sangat banyak tenda di sini. Kabarnya pos ini merupakan pos pertemuan dari beberapa jalur pendakian yang berbeda.
Setelah istirahat cukup lama, kami turun membawa 6 botol kosong menuju mata air dengan menyisakan Bang Inyiak untuk menjaga carrier. Mengisi air dari sumbernya langsung.
Airnya sangat dingin, lebih dingin dari es batu di kulkas. Kami mengisi air, cuci muka dan wudu. Kemudian kembali naik untuk salat zuhur di selter.
Selesai salat, banyak tenda yang sudah dibongkar dan berpindah ke pos 7. Kabarnya di pos 7 sudah penuh, jadi kami memutuskan untuk mendirikan tenda di pos 5.
Tenda kami berada di pinggir jalan dengan menghadap ke pepohonan tinggi.
Waktu yang masih siang ini, kami gunakan untuk duduk santai di atas matras di luar tenda. Duduk memperbicangkan segala hal.
Aku juga belajar menggulung rokok dari paper, filter, dan tembakau. Jangan terlalu kosong, tetapi jangan terlalu padat juga. Butuh ketekunan untuk membuat gulungan rokok yang rapi. Bang Dik mengajarkan beberapa trik agar lebih rapi dan cepat.
Di tengah percakapan, Bang Ai membuatkan dua mangkok mi kuah yang sangat pas dinikmati di udara gunung yang seperti ini. Banyak juga pendaki yang berlalu lalang, naik dan turun gunung.
Kami juga melihat monyet besar seukuran manusia yang bergelantung di pepohonan. Ekor hitamnya sangat panjang dan bergerak bebas ketika Sang Monyet berayun. Tenang, monyet ini tidak mengganggu para pendaki.
Sungguh sangat tenang rasanya jiwa ini. Sudah dua hari tidak terusik oleh hiruk pikuk kota, sosial media, rentetan tugas, nyinyiran orang, dan overthinking. Sangat damai.
Setelah azan asar, gerimis kecil turun sebentar menghapus debu. Bang Inyiak kembali membuatkan segelas kopi dan teh untuk diminum bersama. Kami hanya duduk santai hingga azan magrib berkumandang dari ponsel para pendaki.
Setelah magrib, kami bersiap untuk memasak. Chef kali ini adalah leader kita, Bang Ai. Dibantu asisten koki 1, Bang Dik, dan asisten koki 2, aku. hehe.. Menunya adalah nasi, sayur bayam wortel, dan nugget.
Makan selesai, kami lanjut sharing dengan topik yang lebih berat. Haha..
Tak lupa alunan musik dari ponsel mengiringi percakapan kami yang semakin memanas. Dibumbui ejekan dan tawaan.
Rasanya kami enggan meninggalkan lingkaran percakapan jika tidak mengingat kalau besok pagi buta kita harus summit. Tidur dengan memasang alarm jam 3 pagi, karena rencana kita akan mulai summit jam 4 pagi.
Jam 2 pagi buta, sudah bising terdengar suara para pendaki yang akan mulai summit. Mereka sangat bersemangat untuk melihat indahnya sunrise dari puncak. Mulai jam itu, aku sudah tidak bisa tidur lagi.
Aku membereskan sleeping bag, mengenakan jaket tebal dan sarung tangan. Benar-benar dingin pagi itu. Sampai jam 3, semua alarm berbunyi membangunkan pemiliknya.
Sebelum summit, kita mengisi perut dengan mi goreng dan segelas kopi untuk bersama.
Perjalanan pun dimulai dengan santai. Kami meninggalkan tenda tetap berdiri. Hanya membawa barang-barang berharga dan air mineral.
Bang Ai selalu membukakan jalan bagi kita sampai puncak. Saat sampai di pos 7, kami sudah bisa melihat cantiknya sunrise. Kami berhenti menikmati indahnya suasana gunung saat ini.
Sunrise Pos 7 Gunung Slamet |
Gunung Sindoro dan Sumbing pun bisa kami lihat puncaknya dari sini. Sangat menawan.
Perjalanan kami lanjutkan sampai ke pos 8, kami naik hampir bersamaan dengan rombongan mas-mas mahasiswa dari Yogyakarta.
Perjalanan ke pos 9 mulai terbuka, hanya sedikit pepohonan di sini. Mata kami bisa langsung melihat negeri awan yang sangat empuk (sepertinya ya hehe).
Negeri Awan Gunung Slamet |
Kami sampai di pos 9 sekitar jam 7 pagi. Isirahat cukup lama, kemudian lanjut melewati batas vegetasi. Tidak ada pohon tinggi lagi satu pun. Kini aku melangkahkan kaki di bagian berwarna coklat jika melihat pemandangan gunung dari rumah.
Kami naik dengan perlahan. Kami harus sangat hati-hati dalam berpijak. Banyak batu yang longsor jika sedikit saja salah pijak.
Bang Ai memilihkan jalan yang mudah dilalui di depan, Bang Inyiak membantuku, dan Bang Dik membantu Nafisah untuk naik. Tak jarang juga pendaki lain yang mengulurkan bantuan kepadaku di sini.
Mereka mengulurkan tongkatnya untuk pegangan, menunjukkan jalan yang mudah, dan juga mempersilakan pendaki yang naik untuk jalan duluan. Tak jarang juga yang berbagi minuman kepada mereka yang kehabisan bekal minum.
Akhirnya kami sampai di puncak jam 9 tepat.
Puncak Slamet 3428 mdpl |
Batas waktu di puncak adalah sampai jam 10 sebelum belerang dari kawah menyebar luas.
Kawah Gunung Slamet 3428 mdpl |
Kami mulai turun jam 10 tepat. Setelah melewati pos 9 saat turun, beberapa kali aku terpeleset di atas debu yang sangat licin. Rupanya masalahnya ada di sepatuku. Untuk kalian yang mendaki, lebih disarankan menggunakan sepatu khusus agar tidak licin.
Setelah menyadarinya, aku memilih melepas sepatuku. Dan benar, aku berjalan lebih cepat dan tidak terjatuh lagi. Tapi harus lebih hati-hati agar tidak menginjak kaca atau ranting yang tajam.
Sampai kembali di tenda, Bang Ai sudah sampai duluan karena masalah pencernaan. Aku dan Nafisah istirahat di dalam tenda hingga tertidur.
Jam 2 kurang 15 menit kami terbangun. Segera menuju ke mata air dengan nyawa yang belum terkumpul sempurna. Kami terburu-buru karena belum salat zuhur. Air di sini lebih dingin dari sebelumnya. Sangat duinginnn.. sampai membuat mati rasa.
Kami naik salat zuhur sekaligus menunggu salat asar. Setelahnya kami membereskan barang-barang dan mulai melipat tenda.
Bang Ai dan aku memasak, sisanya merapikan tenda. Menu kali ini adalah menu penghabisan. Nasi, sayur sawi wortel, sarden, dan tempe.
Saat memasak, hujan turun sangat deras. Kami pontang panting kehujanan memindahkan barang-barang ke tempat yang lebih teduh. Lanjut memasak di tempat yang teduh.
Setelah makan dan selesai packing, kami diajak turun bersama dengan rombongan mahasiswa Unwiku Purwokerto bakda magrib. Kami bersembilan turun saat masih gerimis. Tentu saja dengan menggunakan mantel, kesehatan tetap utama yaa..
Jalan yang cukup licin membuat dua orang terjatuh, untuknya tidak terluka parah. Air hujan yang mengguyur tubuh juga membuat masuk angin beberapa orang, bahkan sampai muntah. Alhamdulillah aku tetap sehat karena sebelum perjalanan tadi sempat minum tolak angin.
Kami berpapasan dengan rombongan dari Tasikmalaya yang berjalan pelan, mereka membantu temannya yang kesulitan turun karena pincang. Sangat solid.
Pos 3 dan 2 menjadi tempat istirahat kami. Sampai di pos 1 sekitar jam 11 malam, istirahat cukup lama. Bahkan beberapa bisa menyempatkan tidur sebentar.
Lanjut perjalanan, sampai di jalan bersemen aku berbincang panjang dengan salah satu mahasiswi Unwiku. Banyak hal yang bisa kupelajari.
Sekitar jam setengah 1 dini hari kami sampai di basecamp. Aku bersih diri dengan dinginnya air Bambangan jam 2 pagi ini. Rasanya mandi setelah 3 hari puasa mandi. Awalnya dingin, tapi sangat segaaaar untuk dilanjutkan.
Paginya aku kembali ke rutinitas, kuliah online di basecamp. Mantapp.
Bang Inyiak, Nafisah, Bang Dik, Anila, Bang Ai |
Foto ini diambil oleh seorang pendaki baik hati yang mau memfotokan setelah baru saja turun gunung.
Selama perjalanan bertemu orang-orang baru, hal yang sering mereka tanyakan adalah "Selanjutnya mau nanjak ke mana lagi?"
Pengeluaran:
1. Registrasi : Rp 25.000/orang
2. Logistik : Rp 50.000/orang
3. Tambahan air mineral : Rp 7.500/orang
4. Perkap : Rp 0 (kami meminjam pada para pendaki senior)
5. Bensin menuju basecamp : Rp 10.000
Jadi, untuk ke Gunung Slamet selama 3 hari 2 malam membutuhkan biaya sebesar Rp 92.500.
Bagus tulisan nya kak👍
BalasHapusTerima kasih, masih harus banyak belajar Kak 😁
HapusKerenn sekalii
BalasHapusMakasiii~
HapusKereeeen anilll♡♡
BalasHapusMakasiii ♡♡
HapusBelum selesai baca udah degdega😌😍
BalasHapusWahh.. degdegan kenapa nih kalau boleh tau?
HapusNice nilll
BalasHapusThanks Raah ~
HapusHaii Aan 😁
BalasHapus