Gunung Prau: Gunung Sejuta Umat
Edisi late post.
Ini tentang pendakian pertamaku bersama orang-orang yang sudah kukenal baik sebelumnya. Protokol kesehatan pun sudah cukup longgar sehingga hanya perlu melampirkan fotokopi kartu vaksin dan KTP untuk pendakian ini. Pendakian ini bermula karena aku yang sangaatt ingin berkunjung ke Gunung Prau. Yahh.. pendaki mana yang tidak ingin berkunjung ke gunung satu ini? Meskipun terkenal ramai, Prau menawarkan keindahan yang sangat memesona dengan trek yang cukup mudah. Jadi setiap pendaki pasti memasukkan Gunung Prau ke daftar yang wajib dikunjungi.
Bersamaan dengan itu, ternyata datang ajakan dari Meme untuk mendaki gunung. Aku pun langsung mengajak kawan-kawan yang kiranya bisa mendaki pada tanggal 15-16 Mei 2022. Rencananya kami berangkat 7 anak: aku, Esa, Meme, Restu, Deni, Wane, dan Adey. Namun Meme yang belum bisa berangkat bersama, diganti dengan kawan baru kami Mas Ade. Kami hanya diskusi untuk persiapan melalui whatsapp.
Seperti diskusi pada umumnya, terjadi perbedaan pendapat terkait tujuan pendakian kita kali ini. Aku dan Esa tentunya sangat ingin menikmati keindahan Prau, sedangkan Deni dan Restu berencana berkunjung ke Andong karena sudah pernah ke Prau. Wane dan Adey bisa ikut ke mana pun tujuan pendakian kita.
Awalnya aku pun sudah pasrah untuk tujuan pendakian kali ini. Namun, diskusi dan perdebatan yang cukup panjang ini membuahkan keputusan bahwa tujuan pendakian kami adalah Gunung Prau dengan syarat melalui rute yang belum pernah dilalui Deni dan Restu.
Yeayy... semoga terlaksana! Kita melanjutkan diskusi terkait peralatan yang akan kami bawa.
Alat pribadi yang wajib dibawa:
1. Baju dan celana tracking
2. Kaos kaki (2)
3. Sepatu/sandal tracking
4. Baju dan celana ganti
5. Jaket
6. Jas hujan
7. Sarung tangan
8. Masker
9. Sleeping bag (6)
10. Alat sholat
11. Matras (6)
12. Alat makan
Perlengkapan kelompok:
1. Tenda kapasitas 4 (1)
2. Tenda kapasitas 2 (1)
3. Gas (2)
4. Nesting (2)
5. Kompor (2)
6. Tas carrier (4)
7. Tas biasa (2)
8. Lampu tenda (2)
9. Flysheet (1)
10. Trash bag
Logistik:
1. Mi instan
2. Teh/kopi/jahe/susu
3. Air mineral
4. Permen dan madu
5. Jajan, ini wajib sihh wkwk..
6. Beras
7. Nugget/telur
Kami tidak mengeluarkan biaya iuran untuk logistik karena kami membaginya sesuai dengan ketersediaan bahan di rumah masing-masing. Begitu juga untuk perlengkapan pribadi yang kami gunakan juga meminjam ke teman. Big thanks to my lovely friend, Mba Risky. Kami hanya menyewa beberapa barang yang kurang, seperti tenda kapasitas 4, flysheet, dan isi ulang gas. Biaya persewaan alat ini kami bagi sehingga per anak mengeluarkan Rp 7.000,-.
Kalau masalah perlengkapan dan logistik, setiap tim pendakian pasti punya kebutuhan yang berbeda. Apalagi untuk tujuan pendakian yang berbeda. Jadi fleksibel aja yaaa..
Setelah melalui diskusi panjang, kami memutuskan untuk ke Prau via Patak Banteng karena view-nya yang katanya paling indah. Tentu saja rute ini belum pernah dilalui Deni dan Restu sebelumnya. Kami berkumpul pada hari Minggu tanggal 15 Mei 2022 di rumah Restu karena searah keberangkatan. Aku berangkat dari rumah sekitar jam 7 pagi.
Kami repacking untuk mengurangi barang-barang yang sekiranya kelebihan untuk dibawa. Gas kosong tentu saja kami tinggal. Tisu basah juga dilarang dibawa karena sifatnya yang sulit terurai oleh tanah. Sudah banyak peraturan yang melarang pendaki membawa tisu basah saat melakukan pendakian, bahkan ada yang menerapkan sistem denda.
Kami berangkat dengan 3 motor, aku dengan Mas Ade, Restu dengan Esa, dan Wane dengan Adey, serta Deni yang berangkat dari Jogja. Kami start perjalanan dari Purbalingga pukul 08.30 WIB.
Anila dan Esa Sebelum Memulai Perjalanan |
Perjalanan Menuju Basecamp Patak Banteng |
Di tengah perjalanan, kami sempat berhenti istirahat di beberapa tempat. Selain mengisi bensin, kami juga sempat menunggu teman yang terpisah dari rombongan sambil melihat pemandangan hijau Wonosobo. Yapp.. di tengah suhu dingin Wonosobo yang bisa membekukan air ketika musim dingin ekstrim.
Di tengah perjalanan, tepatnya di tanjakan, aku sempat turun dari motor dan jalan kaki menggendong tas carrier karena motor Mas Ade yang tidak kuat. Huhh.. memang cukup menguras tenaga, tapi anggap saja sebagai pemanasan.
Kami sampai di basecamp bertepatan dengan terdengarnya azan zuhur jam 12 siang. Kami segera ke basecamp dan mencari tempat duduk sambil menunggu Deni yang belum sampai. Suasana basecamp sangat ramai. Sangat penuh. Kami beruntung masih mendapatkan tempat duduk di tengah padatnya pendaki, baik yang akan naik maupun turun. Tentu saja Gunung Prau seramai ini, apalagi saat weekend, karena Gunung Prau terkenal dengan gunung yang cocok untuk pendaki pemula tapi disuguhi pemandangan yang luar biasa.
Suasana Basecamp |
Registrasi cukup lama karena antrian yang panjang. Sambil menunggu registrasi selesai, kami bergantian salat zuhur di musala dekat basecamp. Registrasi Gunung Prau saat itu sebesar Rp 15.000,-
Ini gambaran rute pendakian yang akan kami lalui. Mulai dari basecamp, ondo sewu, Pos 1 Sikut Dewo, Pos 2 Canggal Walangan, Pos 3 Cacingan, dan kami akan mendirikan tenda di Pos 4 Sunrise Camp.
Rute Pendakian Gunung Prau |
Wajib hukumnya kita paham jalur yang akan kita lalui sebelum mendaki agar tidak mudah berharap ketika ada yang bilang "Lima menit lagi sampai". Pasti sudah tidak asing lagi dengan kalimat ini.
Wane, Adey, Anila, Mas Ade, Esa, Deni, Restu |
Pukul 14.40 WIB kami bersiap memulai pendakian. Tak lupa Wane memimpin peregangan otot dan doa yang kami panjatkan bersama sebelum memulai pendakian. Berbeda dengan pendakianku sebelumnya yang membawa tas carrier, aku hanya diberi tugas membawa tas kecil berisi air mineral, jajan, dan matras. Tentu saja sama dengan Esa. Terima kasih yaaa >_<
Perjalanan disambut dengan rentetan anak tangga dari semen yang cukup melelahkan. Inilah ondo sewu yang artinya seribu tangga. Tangga ini melewati padatnya rumah warga.
Perjalanan Menuju Pos 1 |
Kami sampai di pos 1 pukul 15.07 WIB. Cukup santai karena kami sering berhenti untuk istirahat. Untuk yang tidak mau lelah tersedia jasa ojek dari basecamp ke Pos 1 Sikut Dewo seharga Rp 10,000,- tapi kami tak terpikirkan sama sekali opsi itu.
Pos 1 Sikut Dewo |
Dari pos 1, tangga semen digantikan dengan tangga tanah yang melalui persawahan. Kami cukup menikmati perjalanan ini karena kami jalan sambil bergurau. Pos 1 Sikut Dewo yang artinya siku dewa. Adakah yang tahu makna dari nama pos ini?
Perjalanan Menuju Pos 2 |
Tak terasa kami sampai di pos 2 pukul 15.44 WIB. Pemandangan dari pos 2 menampakkan lereng sawah, atap pemukiman, perbukitan, dan awan yang menggulung indah dalam satu frame.
Perjalanan Menuju Pos 3 |
Setelah melewati pos 2, jalanan didominasi tangga tanah berbatu yang tak beraturan. Dari pos 2 perjalanan kami mulai dinaungi pohon-pohon tinggi. Hujan yang turun kemarin juga membuat jalanan becek dan licin. Selain itu, karena Prau merupakan "Gunung Sejuta Umat" maka kami harus bergantian jalan antara pendaki yang naik dan turun. Inilah yang membuat pendakian kami cukup lama karena trek yang sangat ramai pendaki.
Kami sampai di Pos 3 Cacingan pada pukul 16.39 WIB. Kami sudah mulai menikmati ritme pendakian.
Wane, Deni, Adey, Esa, Anila |
Lihatlah wajah-wajah lelah yang mencoba untuk tersenyum mengadap kamera ini haha... Mulai dari sini kami terpisah dengan Restu dan Mas Ade yang sudah naik terlebih dahulu. Restu dan Mas Ade naik lebih dulu untuk mencari tempat strategis yang memiliki pemandangan sunrise terbaik. Ya, ini perlu dilakukan mengingat sangat ramainya pendaki yang naik. Kami tidak mau ketinggalan spot terbaik.
Kami menghabiskan waktu yang cukup lama di sini karena harus jalan bergantian. Biasanya alasan ke gunung adalah mencari ketenangan dari hiruk pikuk perkotaan. Namun, kita bisa menjumpai orang-orang kota yang pindah ke gunung di sini, di Gunung Prau. Jadi kita bisa lebih banyak bertemu orang baru ketika ke Prau.
Langit jingga sunset memanggil kami untuk istirahat mengambil potret diri.
Aku dan Sunset Gunung Prau |
Sunset berpamitan diganti kabut tebal datang menyambut kami yang tak kunjung sampai Pos 4 Sunrise Camp. Kabut tebal berhasil memisahkan kami. Deni dan aku terpisah dari Wane, Adey, dan Esa di antara kabut dan banyaknya orang yang naik.
Ini cukup menakutkan, kabut tebal diiringi gerimis pada waktu menjelang magrib. Aku berkali-kali menanyakan beberapa pertanyaan yang sekiranya hanya bisa dijawab Deni, untuk memastikan bahwa dia tidak berubah orang. Bahkan berganti makhluk gaib. Mungkin ini terdengar lucu, tapi hanya ini yang bisa kulakukan karena kabut pun menghalangi pandanganku dari sekitar. Penggunaan senter juga tidak mungkin kuarahkan ke wajah karena bisa merusak mata.
Kami melanjutkan perjalanan hingga terlihat banyak tenda yang berdiri. Pada tenda pertama, Deni dan aku duduk di atas batu menunggu Esa, Wane, dan Adey lewat. Suasana di sini tidak lagi menakutkan karena penghuni tenda pun sangat ramah mengajak kami berbincang. Setelah kami berkumpul lima anak, kami segera mencari tempat yang sudah disiapkan Restu dan Mas Ade. Kami menunggu cukup lama di plang Pos 4 Sunrise Camp dengan cemas, hingga muncul Mas Ade. Kami diarahkan menuju tempat yang sudah dipilih Restu dan Mas Ade.
Segera kami mendirikan tenda. Saat mendirikan tenda pun badan kami sudah mulai merasakan dinginnya Gunung Prau. Brrrrr... untungnya ada pendaki dari tenda sebelah yang memberikan teh hangat. Terima kasih pendaki baik..
Setelah tenda berdiri, kami segera mengelar matras di luar tenda untuk melaksanakan salat magrib dan isya berjamaah. Kami melakukan tayamum sebelum salat. Kemudian kami memasak air untuk menghangatkan badan dan menggoreng nugget. Kami sempat dibekali kupat oleh Mama Esa sehingga kami tidak perlu lagi memasak nasi atau mi instan malam ini. Terima kasih Mama Esa..
Topik obrolan yang tak terbatas dan jajan yang banyak ini mendorong kami untuk bercengkrama hingga larut malam. Mulai dari obrolan materi biologi SMA hingga tipe-tipe kepribadian tak luput dari pembahasan kami malam ini. Bahkan ada yang katanya sudah mau tidur tetapi malah tetap ikut ngobrol sambil memejamkan mata di dalam tenda. Langit semakin gelap dan udara yang semakin dingin memaksa kami masuk ke tenda masing-masing meskipun perbincangan yang masih hangat. Aku dan Esa tidur di tenda kapasitas 2, sisanya tidur di tenda sebelah.
Dinginnya angin malam yang menusuk berlalu begitu saja diganti dengan suara azan dari handphone yang membangunkan kami. Setelah salat subuh dan menghangatkan badan, kami menikmati sunrise yang sangat menawan.
Golden Sunrise Gunung Prau |
Setelah matahari naik cukup terang, kami segera beralih untuk menuju puncak dan menikmati keindahan dari sisi lain Gunung Prau.
Kami Bertujuh di Gunung Prau |
Ini dia beberapa hasil foto yang kami lakukan untuk mengabadikannya.
View dari Puncak Gunung Prau |
View dari Zona Signal di Puncak Gunung Prau |
Gunung Sindoro Sumbing dari Sunrise Camp |
Bunga Daisy Banyak Tumbuh di Gunung Prau |
Selama perjalanan menuju puncak, kami juga berkenalan dengan pendaki dari Sunda bernama Teh Alika dan sohibnya.
Adey, Restu, Teh Alika, Esa, Anila, Mas Ade, Wane, Deni di Sabana Prau |
Kami juga sempat istirahat cukup lama di puncak karena ada zona signal sambil mengisi perut kosong kami dengan jajan. Makasii banget karena Adey bawa banyak banget jajan hehe..
Puncak Gunung Prau |
Puncak Gunung Prau 2590 mdpl |
Puas berkeliling, kami kembali ke tenda untuk masak nasi, mi instan, dan menghabiskan nugget. Pendaki dari tenda sebelah lagi-lagi menunjukkan kebaikannya dengan memberikan nasi goreng yang cukup banyak. Enak..
Hari sudah terang, kami segera membereskan tenda dan turun ke bawah. Pastikan tidak meninggalkan sampah sedikit pun, jadilah pendaki cerdas!
Perjalanan turun terasa lebih cepat karena trek yang sudah tidak ramai. Aku bahkan terpisah sendirian dari teman-temanku. Setelah menunggu cukup lama, kami berkumpul lagi dan istirahat di warung untuk makan semangka dan mengisi daya handphone. Ahhh.. seger banget makan semangka tepat setelah hiking. Aku membeli semangka 2 potong seharga Rp 3.000,-/potong.
Di sepanjang rute pendakian Gunung Prau sudah berupa tangga yang dilengkapi beberapa warung. Jangan khawatir untuk kekurangan logistik karena sudah ada yang membuka warung di sini. Tentunya jika ingin hemat lebih baik kita membawa dari rumah karena harganya yang jauh lebih tinggi dari harga normal.
Sampai di basecamp, kami beristirahat, membersihkan diri, salat, dan mengumpulkan sampah. Beberapa dari kami juga membeli souvenir di warung-warung sekitar basecamp. Walaupun perut kami sudah keroncongan, tapi kami memilih untuk membeli makan dalam perjalanan pulang agar harganya lebih hemat.
Perjalanan sudah berlangsung sekitar 20 menit, lalu Esa menyadari bahwa sepatu tracking nya ketinggalan di basecamp! Esa yang bersama Restu putar balik ke basecamp dan yang lainnya melanjutkan perjalanan dengan sangat pelan. Hujan turun cukup deras menghentikan perjalanan kami. Kami menunggu hujan reda sekaligus menunggu Esa dan Restu kembali.
Untungnya sepatu Esa masih ada. Kami berkumpul dan memutuskan makan di warung makan pinggir jalan. Dengan metode prasmanan, aku mengambil makan seharga Rp 12.000,-. Setelah makan, kami mampir ke masjid di sekitar warung makan untuk salat asar. Kami berpisah dengan Deni yang akan kembali ke Jogja. Perjalanan berlanjut hingga azan magrib terdengar. Kami salat dan istirahat hingga waktu jamaah salat isya.
Dalam perjalanan pulang, sempat terjadi insiden yang kurang menyenangkan. Mungkin karena badan yang sudah lelah dan ngantuk, Adey dan Wane hampir saja jatuh dari motor dan terpelosok ke saluran irigasi. Untungnya refleks mereka sangat bagus dan insiden pun dapat dicegah. Kami sampai di rumah Restu sekitar jam 8 malam. Setelah membereskan perlengkapan, kami pamit pulang ke rumah masing-masing. Total biaya bensin yang kami keluarkan untuk perjalanan Purbalingga-Wonosobo-Purbalingga kurang lebih Rp 80.000,-/motor, maka Rp 40.000,-/orang.
Sejujurnya melelahkan, tapi sangat seru! Ini bukan ucapan Selamat Tinggal, tapi SAMPAI JUMPA LAGI!!!
Gunung Prau, 15-16 Mei 2022 |
Rincian biaya:
1. Registrasi : Rp 15.000,-/orang
2. Sewa alat : Rp 7.000,-/orang
3. Bensin : Rp 40.000,-/orang
4. Semangka : Rp 6.000,-
5. Makan : Rp 12.000,-
Total biaya yang kami keluarkan untuk mendaki Gunung Prau dari Purbalingga adalah Rp 80.000,-/orang.
Aku kapan ya bisa mendaki gunung:)
BalasHapusketika kamu siap :)
Hapus