Mt. Kelud: Gunung Seribu Air Terjun

Nanjak. Meskipun melelahkan dan membuat badan remuk, tetap saja candunya tetap mengikuti. Sudah sejak lama Rima, kawanku di Malang, janji mengajak nanjak bersama teman-temannya.

Awalnya dia mengajak ke Gunung Butak, tapi aku gagal ikut karena belum bisa ke Malang. Selanjutnya Gunung Arjuno, sudah siap 25% tapi malah tutup karena kebijakan PPKM.

"Oke deh, Bukit Jabal dulu gimana? Hampir semua trek kemiringannya 45 derajat. Bisa buat pemanasan ke Arjuno," ajak temannya Rima. Aku si oke aja hehe..

H-3 kami sepakat mengubah tujuan pendakian ke Gunung Kelud via Tulungrejo. Tak ada alasan tertentu, hanya ingin saja ke situ.

Meskipun tujuan yang sering berubah-ubah, aku tetap mempersiapkan fisik sedikit. Hanya jogging kecil di balkon kamar. Yahh.. biar fisikku nggak kaget-kaget amat menghadapi gunung.

Pendakian Mt. Kelud Via Tulungrejo
Pendakian Mt. Kelud Via Tulungrejo

Rencana keberangkatan hari Sabtu tanggal 16 Oktober 2021, sore hari. Aku tidak tahu siapa saja yang akan menjadi teman nanjak kali ini. Mungkin semuanya teman Rima, walaupun aku tidak tahu siapa saja namanya.

Bakda asar, Rima dan aku dijemput oleh dua orang yang baru pernah kutemui. Setelah berkenalan, namanya Rifaldi (kupanggil Aldi) dan Bayu. Mereka menjemput kami untuk berkumpul di tempat kerja Aldi, sambil menunggu dia selesai kerja dan packing.

Memang boleh ngajak teman ke tempat kerja? Nggak dimarahin? Betul, pertanyaan yang sama juga aku tanyakan. Kita ketemu orang baik di sini, Pak Darwin namanya. Jangankan marah, beliau malah sangat ramah dan welcome kepada kami. 

Setelah salat magrib, ada dua orang lagi datang. Mas Candra dan Mas Dino, mereka teman Aldi.

Selesai packing, Rima dan Aldi berangkat duluan ke Pujon untuk memintakan izin teman kami, Mbak Navi. Aku, Mas Candra, dan Mas Dino ngobrol dengan Pak Darwin sambil menunggu Bayu selesai bersiap. Teman yang lain sudah berkumpul di rumah Mala, teman kami di Pujon.

Pukul 20.30 WIB kami menyusul ke rumah Mala. Sembilan orang termasuk aku berkumpul di sini. Ada Rima, Mala, Mbak Navi, Aku, Aldi, Bayu, Mas Candra, Mas Dino, dan Mas Vila. Setelah selesai packing, kami memulai perjalanan ke Blitar sekitar pukul 21.45 WIB.

Aku dan Mas Candra, Bayu dan Mas Dino, Mala dan Mas Vila, serta Rima, Mbak Navi, dan Aldi dalam satu motor. Iya bertiga, karena keterbatasan sepeda motor. Dalam perjalanan kami sempat istirahat di rest area Pagersari. 

Sampai di basecamp Tulungrejo sekitar pukul 23.20 WIB, kami istirahat sebentar dan mengurus simaksi. Simaksinya Rp 25.000/orang sudah termasuk ojek untuk mengantar sampai gerbang pendakian. 

Di basecamp kami sangat beruntung bisa bertemu dengan Bang Jo, salah satu pendaki lawas yang banyak dikenal para pendaki lainnya. Beliau sudah sangat berpengalaman dalam masalah pembukaan jalur pendakian. 

Beliau juga menitipkan beberapa wejangan. Salah satu yang kuingat adalah "Gunung Kelud memang tidak setinggi gunung lainnya, tapi di sini istimewa". Jujur awalnya aku kurang paham.

Bang Jo juga mengingatkan untuk tidak duduk beristirahat di pos 1, apalagi kami mendaki tengah malam begini. Katanya ada sesuatu yang belum selesai 'dibersihkan' di situ.

Aku naik ojek Bapak Supriyanto pada 23.40 WIB dan kami start dari gerbang pendakian pukul 23.50 WIB.

Perjalanan dipimpin oleh Mas Vila, diikuti Bayu dan Mas Dino. Kemudian para cewek di tengah ada Mbak Navi, Mala, Rima, dan Aku. Di belakang ada Aldi dan Mas Candra.

Pendakian langsung memasuki kawasan hutan pinus dengan jalur landai.

Kami sempat berhenti melepas jaket karena keringat yang mulai keluar. Beberapa kali kami juga berhenti minum. Udara malam itu tak terasa dingin sama sekali. 

Jalur menuju pos 1 mulai menyempit dan ditutupi semak setinggi lutut. Sampai di pos 1, kami mengikuti wejangan Bang Jo untuk tidak berhenti. Lanjut perjalanan meskipun jalurnya semakin nanjak.

Jalur menuju pos 2 didominasi oleh tanjakan dikelilingi pepohonan besar. Jarak dari pos 1 menuju pos 2 tidak terlalu jauh. Kami sampai di pos 2 pukul 01.40 WIB pagi buta. 

Pos 2 merupakan shelter terakhir. Hanya ada 2 tenda yang berdiri di sini. Kami istirahat cukup lama dan membuat mi instan untuk mengisi perut yang sudah berisik sejak tadi.

Setelah makan dan tidur beberapa menit, Aldi membangunkan kami pukul 02.50 WIB untuk melanjutkan perjalanan ke pos 3. 

Perjalanan cukup melelahkan dengan trek yang sama ditambah dengan beberapa jalur berbatu. Sekitar pukul 4 pagi kami sampai di pos 3. 

Tenda berderet dari landainya tanah pos 3 sampai ke ujungnya. Kami segera mendirikan dua tenda dan bergantian salat subuh di dalam tenda. Kami berwudu dengan super menghemat air. Menakar air dengan tutup botol agar cukup untuk kita semua.

Ketika matahari mulai tinggi, kabut juga mulai terlihat. Udara memang tidak dingin, tapi kabut menutupi view pagi ini. Aku sudah berkeliling mencari view yang agak terbuka, tapi nihil semuanya ditutup tembok kabut.

Bunga Kelud
Bunga Kelud

Akhirnya kami memutuskan tidur mengistirahatkan badan untuk persiapan summit nanti siang. Rencananya jam 8, kalau tembok kabut ini mulai memudar.

Jam 7, tembok kabut ini masih tegap pada posisinya. Kami mulai masak untuk sarapan. Rencananya menu kali ini adalah nasi, pecel, tumis sayur, sosis goreng, dadar jagung, tempe goreng, dan siomay goreng. Tapiiiii... sialnya kami lupa membawa pisau dan minyak. 

Logistik Kelud
Logistik

Kami meminjam pisau ke pendaki baik hati sebelah tenda. Tenda sebelah juga kami lihat sudah selesai masak dan sedang persiapan untuk turun, kami mencoba menanyakan apakah masih ada minyak sisa. Ya ada, sekitar 10 mL. Untuk goreng tempe saja tidak cukup hehe.. tapi terima kasih banyak.

Menu yang berhasil kami siapkan untuk sarapan adalah nasi, pecel, tumis sayur sosis, tempe goreng, dan siomay rebus. Tempenya tak berhasil kami goreng semuanya. Dadar jagung pun tak berani kami buat karena tidak punya minyak goreng. Bahkan untuk menumis sayur saja kami menggunakan minyak mi instan. Kebayang kan?

Jam 9 pagi setelah sarapan, kami bimbang apakah akan summit atau turun saja. Tentu saja rasa kecewa sedikit muncul jika tidak summit

Aldi dan Mas Vila yang sebelumnya sudah pernah ke sini mengajak untuk turun saja, tapi kami yang baru pernah ke sini tentu saja mengajak sampai puncak tanpa tahu trek yang akan dihadapi kedepannya.

Jam 10 pagi akhirnya kami sepakat untuk summit dengan membawa tas kecil untuk barang berharga dan satu carrier berisi sebotol air dan jajan.

Dan benar, kini aku tahu alasan kenapa Aldi dan Mas Vila lebih memilih untuk turun daripada summit. Treknya yang masyaAllah!

Summit Gunung Kelud
Summit Gunung Kelud

Dari pos 3 kami langsung disuguhi jalur turun yang sangat terjal. Summit tapi turun? Yapp. 

Setelah melalui turunan curam, kami melewati jalan yang dihimpit jurang. Memang kita tidak bisa melihat seberapa curamnya jurang itu karena tertutup semak yang lebih tinggi dari badanku, mungkin sekitar 2 meter tingginya. Tetap fokus!

Semak Tinggi Kelud
Semak setinggi 2 meter

Semak setinggi 2 meter itu menutupi jalan, sehingga perlu menundukkan wajah agar tidak terkena daun atau rantingnya.

Istirahat sebentar di persimpangan menuju Air Terjun Kilisuci, jalur selanjutnya sangat menantang. Jalan tanah berbatu yang terus naik. Sebegitu sulitnya sampai disediakan tali panjang  yang membantu naik. 

Perjalanan Kelud
Mas Dino, Bayu, Mas Candra, dan aku

Ada 3 tanjakan dan turunan serupa untuk mencapai puncak Gunung Kelud. Sampai di batas vegetasi, pasir landai ini mengantarkan ke tebing pendakian yang lebih seru lagi untuk dijejaki. 

Batas Vegetasi Gunung Kelud
Batas Vegetasi Gunung Kelud

Tak ada pohon dan air, hanya tebing batu dan berlumut. Tebing dengan kemiringan sekitar 80 derajat ini didampingi jurang yang bisa kita lihat sedalam apa dasarnya.

Ini cukup menakutkan untuk kawan-kawan yang takut ketinggian. Ditambah lagi, batu yang hanya bisa dijejaki satu langkah ini. Jika salah melangkah, bisa tergelincir. Hati-hati ya!

Tebing Pendakian Kelud via Tulungrejo
Tebing Pendakian Kelud via Tulungrejo

Perjalanan menuju puncak ditutup dengan jalan pasir yang cukup landai. 

Begitu sampai di puncak kelud, hujan langsung menyambut kedatangan kami. Kabut juga tak mau menyingkir dari tempatnya. 

Puncak Kawah Kelud
Puncak Kawah Kelud

Hanya 15 menit bergiliran foto, kami langsung bersiap menggunakan jas hujan untuk turun ke bawah. Tentu saja melalui jalur yang sama, tebing dan jurang.

Hujan deras membasahi seluruh tubuh, bahkan baju yang kami gunakan tetap basah meskipun sudah menggunakan jas hujan. 

Air Terjun Gunung Kelud
Air Terjun Gunung Kelud

Allah menurunkan hujan kali ini bukan tanpa alasan. Memang benar kami tidak bisa melihat cantiknya kawah Gunung Kelud karena tembok kabut yang kokoh berdiri. Namun, Allah menurunkan hujan agar kami bisa menikmati indahnya ribuan air terjun yang mengalir dari atas tebing. (Susah ambil foto karena hujan deras, padahal lebih cantik dari yang di foto hehe)

Dan kau tau? Sebelumnya kami sudah kehabisan air minum saat sampai di puncak kelud. Kami sempat khawatir akan kehausan saat perjalanan turun nanti. Tapi dengan turunnya hujan ini bisa meredakan rasa haus yang menyelimuti kerongkongan kami. MasyaAllah...

Tebing yang kami lalui sudah berubah menjadi ribuan air terjun yang sangat indah. Kaki kami melangkah di antara air yang mengalir dari air terjun. Serta segarnya air hujan yang jatuh langsung ke wajah kami. Setiap momen yang menggambarkan

"Maka, nikmat Tuhanmu manakah yang kamu dustakan?"

Perjalanan turun kami lakukan dengan hati-hati. Meskipun bebatuan ini tidak licin karena hujan, tetap harus fokus melangkah. 

Saat turun, kami terbagi menjadi tiga bagian. Di depan ada Mas Vila, Mas Dino, Mas Candra, dan Bayu. Di belakang ada Rima dan Aldi. Di tengah ada Mala, Mbak Navi, dan aku.

Di tengah jalan, kami bertiga sempat berhenti mengisi perut dengan harum manis bekal Mbak Navi. 

Di tanjakkan terakhir, kami bertemu Mas Navi yang sudah gemetar kedinginan karena kelamaan diam menunggu kami. Kami duduk di tanjakkan sambil menunggu Rima dan Aldi yang sudah terlihat di antara ilalang. 

Setelah istirahat sebentar, kami melanjutkan perjalanan. Mas Vila di depan, disusul Mala dan Mbak Navi, aku sendirian menikmati momen tanjakan (apanya yang dinikmatin Nil haha) , serta Rima dan Aldi di belakang. 

Sebelum sampai di pos 3, hujan sudah reda dan kabut mulai terbuka. Hari yang semakin sore menampakkan pemandangan alam yang memanjakan mata.

View Pos 3 Gunung Kelud
View Pos 3 Gunung Kelud

Kita bisa melihat deretan pegunungan Arjuno-Welirang, Butak, dan juga puncak Kelud yang baru saja kita kunjungi. Aku duduk sendirian cukup lama menikmati pemandangan alam yang sangat indah ini. The real healing

Sampai di tenda, kawan-kawan sudah membuat kopi hangat dan makan mi instan mentah karena air yang sudah habis. 

Jajan kami ada di carrier yang dibawa Aldi. Sesampainya, Aldi langsung mengeluarkan roti tawar dan susu. Pengganjal perut yang pas.

Aku segera melepas kaos kaki basahku supaya tidak kram. Beberapa temanku yang sempat kram kaki dioleskan minyak kayu putih atau fresh care, diurut, dan ditempelkan salonpas. 

Kami segera packing, membongkar tenda, dan turun pukul 16.30 WIB.

Lagi-lagi kami terbagi menjadi 3 bagian. Di depan ada Mas Candra, Mas Dino, dan Bayu. Di tengah ada Mala, Mbak Navi, dan Aldi. Di belakang ada Rima, aku, dan Mas Vila. Kami sempat bergantian salat asar di jalan.

Kami sampai di pos 2 saat azan magrib terdengar. Setelah salat, aku, Rima, dan Aldi menjadi kloter yang berangkat paling akhir. 

Bulan Purnama Gunung Kelud
Bulan Purnama Gunung Kelud

Dalam perjalanan kami berpapasan dengan empat pendaki yang sedang naik. Kami juga menjumpai pohon yang tumbang ke jalan karena derasnya hujan tadi. Ilalang juga ikut basah terguyur air hujan. 

Mendekati pos 1, aku lebih merapat dengan Rima dan Aldi. Mengantisipasi terjadinya hal yang tidak diinginkan. Kami berjalan santai tanpa berhenti di pos 1.

Di tengah jalan, cahaya senter Rima menunjukkan noda darah yang cukup lebar di celana kananku. Aku tidak menyadarinya karena tidak sakit. Posisi kami juga di jalur yang tidak memungkinkan untuk duduk mengecek. Akhirnya kami melanjutkan perjalanan santai hingga gerbang pendakian. 

Sampai di gerbang pendakian, kami disambut teman-teman yang sudah duduk cukup lama di sini. Setelah minum air, aku segera mengecek kondisi kakiku. Ternyata benar ada luka gigitaan pacet di sini. Aku segera membersihkan lukanya dengan air dan menutupnya dengan plester. 

Beberapa teman juga mengalami hal yang sama, digigit pacet pada beberapa bagian tubuhnya. 

Istirahat sebentar, kemudian kami turun dengan ojek seharga Rp 5.000,00. Sampai di basecamp, kami disambut Bang Jo beserta rekannya untuk sharing pengalaman sambil istirahat. Sharing-nya seru! Banyak menambah wawasan hehe..

Salah satunya adalah tentang perbedaan pencinta alam dan penikmat alam.

Kami kemudian pamit pulang karena hari sudah larut malam, besok juga masih ada aktivitas di Malang. Di perjalanan pulang, kami mampir ke warung mi ayam untuk makan bersama. Mi ayam dan teh manis anget, nikmat..

Rima dan aku sampai di Malang kota saat tengah malam.

###

Perjalanan kali ini tidak bisa kuhitung pengeluarannya karena pembagian tugas untuk logistik, perlengkapan, dan transportasi yang kurang terstruktur. Mohon maaf gais.. 

Untuk simaksi dan ojek memerlukan uang Rp 30.000,00.

Thanks to:

1. Allah Swt yang telah menjadikan perjalanan kali ini menyenangkan dan kembali dengan selamat.

2. Orang tua kami yang dengan baik hati memberikan izin. 

3. Aldi (Sang leader) yang mempertemukan kami semua yang awalnya tidak saling mengenal.

4. Mas Candra yang sudah saya tumpangi dari Malang sampai balik lagi ke Malang.

5. Andi yang carrier-nya kubawa terus, naik hingga turun gunung.

6. Iya, kalian semua teman-temanku yang kusayangi wkwk.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

2th Anniversary KPM

Gunung Prau: Gunung Sejuta Umat

Praktik Kerja Industri di PT Indonesia Power PLTGU Grati