Trip Cewek ke Jogja Cuma Sehari
Cerita libur lebaran di masa pandemi. Saat itu, aku dan
kawan-kawan tentunya sedang di rumah saja. Selain karena pandemi, juga karena idulfitri.
Dua hari setelah lebaran, datang ajakan dari kawanku Enggar.
Katanya BESOK ke Jogja. Uyyy.. mendadak banget! Gapake ancang-ancang dulu nih?
Enggar menjelaskan beberapa rincinya. Hanya sehari, naik
motor bersama Nafisah dan Triana, serta bermalam di Jogokariyan yang katanya
gratis. (penikmat gratisan gaes hehe)
Tentu saja aku mikir dua kali. Besok banget? Bawa motor?
Izinnya gimana?
Tapi ini kesempatanku untuk melatih skill motoranku. Gass deh...
Setelah izin, besoknya bakda zuhur kami berangkat.
Rencananya sore nanti sampai Jogja menikmati sunset, bermalam, dan kemudian menikmati sunrise paginya. Pasti indah.
Malioboro pun tak luput dari destinasi wajib.
Persis bakda zuhur aku berangkat. Mampir mencuci motor dan
membeli amunisi.
Sambil menunggu Enggar dan Nafisah berangkat, aku meminum
kopi kaleng terlebih dahulu agar tidak mengantuk di
perjalanan.
Kami berkumpul di rumah Triana sambil memintakan izin ke
bapaknya. Untungnya kami dibekali permen hijau dan berbagai camilan sebagai
tanda izin dari keluarganya.
Berangkat dari rumah Triana sekitar jam 2, telat banget dari
jadwal!
Dalam perjalanan kami mampir salat asar di salah satu
masjid di Bukateja.
Rute perjalanan kami percayakan pada aplikasi maps dan pembacanya. Sempat beberapa
kali keblabas dan harus putar balik. Yahh.. begitulah risikonya.
Setelah melalui waduk sempor dan kebumen, kami melalui jalan lurus yang amat sangat panjang di pesisir pantai selatan yang katanya Jalan Daendels.
Sepanjang jalan ini kami melewati beberapa plang nama pantai. Di sini angin pantai mulai
berhembus kencang dan hari mulai gelap.
Azan magrib memanggil kami untuk berhenti di masjid kiri
jalan.
Lanjut perjalanan sebentar sudah masuk wilayah Yogyakarta.
Kami langsung menuju ke tempat istirahat.
Perubahan plan, malam
ini kami akan tidur di indekos Nafisah dekat UIN Sunan Kalijaga.
Indekosnya kotor karena lama tak berpenghuni. Air dan lampunya
juga mati.
Hanya ada satu kamar yang menyala, kami menumpang bermalam
di kamar itu. Alhamdulillah.
Kami bebersih di Masjid UIN Sunan Kalijaga sekaligus salat
isya. Setelahnya kami bergegas ke indekos karena ada jam malam gerbang ditutup. Gerbang
untuk sepeda motor.
Kami hanya menaruh sepeda motor dan keluar lagi mencari
makan, berjalan kaki. Tak banyak warung yang buka jam segini. Kami menemukan
warung nasi goreng seharga Rp 12.000 sudah termasuk es teh.
Setelah makan dan ngobrol, kami kembali ke kos istirahat. Dalam jalan ke indekos, kami berfoto di kaca cembung pinggir jalan.
Cembung Jogja Sehari |
Sinyal yang tak bisa masuk ke indekos di bawah tanah ini
mengharuskan kami bermain game tanpa ponsel. Wifi juga mati karena indekos tak
berpenghuni.
Kami bermain dan berbincang hingga larut malam. Setelahnya aku
tidur lebih awal, yang lain tidak bisa tidur. Karenanya aku paling bugar di pagi
harinya.
Bangun subuh, kita ke Masjid di UIN Sunan Kalijaga lagi sekalian
bersih diri. Segarrr.
Kemudian kami berjalan kaki mencari sarapan di sekitar sini.
Soto Jogja dan teh hangat di pagi hari. Soto Rp 8.000 dan teh hangat Rp 2.000.
Jalan kembali ke indekos, kami berhenti sebentar saat menyebrang melewati rel di Timohoro dan menikmati hangat matahari yang terbit dengan cantiknya.
Destinasi hari ini adalah Keraton Yogyakarta dan beberapa
icon di sekitarnya. Mulai dari toko
bakpia, batik jogja, kaos khas jogja, dan lukisan jogja.
Keliling naik bentor (kapasitas 2 orang) Rp 20.000 dan berakhir wisata sejarah
di keraton.
Tiket masuk dan parkir di keraton Rp 7.000.
Saat akan masuk ke keraton, ada seorang bapak paruh baya
yang menawarkan menjadi tour guide.
Kami iya-kan karena tak tahu harus membayar Rp 50.000 di akhir tour. (Rp 12.500/orang)
Gagal hemat deh. Tapi tak apa, kami bisa mendapat banyak
wawasan tentang budaya dan keluarga keraton. Tak hanya melihat bangunan dan
patung tanpa makna di sini, sekaligus jadi pelajaran.
Bapak tour guide
juga memfotokan kami.
Keraton Yogyakarta |
Puas di keraton dan sekitarnya, kami pindah ke Maliboro.
Melihat-lihat dan membeli beberapa titipan keluarga.
Tak terasa sudah terdengar azan zuhur siang ini. Kami segera
mencari masjid terdekat.
Beberapa kali bertanya dan mondar-mandir, kami berhenti di
masjid yang berdampingan dengan gereja dekat Malioboro.
Cukup melelahkan. Kami istirahat sebentar di pinggir jalan.
Oh iya, saat kami keluar dari indekos tadi pagi. Kami sudah
membawa semua barang dan membereskan kamar yang kami tempati, jadi nanti bisa
langsung pulang. Terima kasih pemilik kamar.
Kami memulai perjalanan pulang pukul 3 sore.
Awalnya kami berencana akan mampir ke pantai di pinggir
jalan. Tapi ternyata karena kelelahan, kami sepakat untuk langsung pulang saja.
Kami pulang lewat rute yang sama dengan rute berangkat
kemarin. Kami sempat berhenti untuk mengisi bensin dan mengisi perut. Ya, camilan
bekal kami masih cukup banyak.
Kami memasuki wilayah Kabupaten Purbalingga ketika hari sudah gelap. Leganyaaa…
Sampai di depan gang rumah Triana sekitar pukul 9 malam. Karena bekal kami masih cukup banyak, kami membagi rata untuk dibawa pulang.
Tiba di rumah lanjut mandi dan tidur. Selamat istirahat.
Selama perjalanan kami memerlukan bensin Rp 60.000 (Rp 30.000/orang)
Selain bintang kelas, ga nyangka ternyata kawanku satu ini jago nulis juga😍
BalasHapusMakasiii ♡♡
HapusHalooo!! Tulisannya keren, sudah lama sekali saya ingin berkunjung ke Jogja membaca tulisan ini saya semakin tidak sabar.. Semoga COVID-19 ini cepat selesai jadi saya bisa menikmati jogja dengan leluasa. Terima kasih sudah membagikan cerita menariknya, terus semangat menulis ya!
BalasHapusTerima kasih supportnya. Semoga pandemi segera berakhir dan bisa puas menikmati indahnya kota Jogja.
Hapus