Bromo Via Kediri
Bromo, wisata yang tak pernah terlintas dipikiranku untuk berkunjung dalam waktu dekat ini. Selain tempatnya yang jauh, pasti masalah uang jadi kendala. Iya nggak?
Dahsyatnya, entah bagaimana aku bisa sampai menghirup bau belerang di kawah Bromo.
Bagaimana?
Teman-teman pasti juga ingin liburan ke Bromo tanpa merisaukan masalah uang
kan?
Aku asli kota knalpot, Jawa Tengah. Mana kepikiran mau ke Bromo. Jauh cuy!
Akhir bulan Desember 2020 aku ada kegiatan di Kediri. Sendirian, tak ada yang
dikenal. Bahkan ini pertama kali menginjakkan kaki di kota ini.
Tak terasa sebulan berlalu, kegiatanku usai. Kami sekelompok (teman baruku
di sini) berencana liburan sebelum perpisahan.
Tempat yang indah dengan biaya hemat? Tentu Kota Malang sangat tepat. Kota
wisata ini menyediakan berbagai jenis tempat wisata. Mulai dari wisata alam
hingga buatan, mulai dari budget minimum hingga maksimum.
Kebetulan salah seorang teman kami asli orang Malang, bisa jadi tourguide
nih... Dia
merekomendasikan banyak tempat.
Pilihan yang mendapat antusias paling banyak adalah Bromo. Rencananya besok kita berangkat. Mendadak banget?! Ya memang begitulah..
Persiapannya gimana? Padahal besok juga ada speech sebagai tugas penutup, harus
latihan juga dong.
Akhirnya kita bagi tugas. Cewek-cewek nyusun jadwal, para cowok ngurusin transportasi. Adil kan? Oiya, harus booking tiket online juga karena kondisi pandemi ada pembatasan pengunjung (karena weekend, harga tiketnya Rp 34.000). Kami juga memastikan tidak ada syarat surat keterangan sehat.
Rencana di Malang 2 hari. Hari pertama nginep di rumah Hany dan hari
kedua di vila. OKEY GASS!
Paginya menyelesaikan tugas speech, siangnya prepare seadanya, dan malemnya kita berangkat. Mantapp!
Rencananya si gitu, tapi pagi hari sebelum speech, kita ber-12 (Aku, Caca, Hany, Septa, Yeni, Kak Alya, Fian, Izzu, Najib, Bang Dicky, Bang Waldin, dan Om Yudi) dipanggil sama manajer tempat kegiatan kami karena masalah ke Bromo ini. Deg-degan? Pasti! Serasa jantung mau copot. Apa bakalan dilarang ke Bromo karena pandemi?
Huuuhh... untungnya setelah kami semua berkumpul, manajer hanya menekankan bahwa segala
risiko ditanggung sendiri dan diberi wejangan untuk hati-hati di perjalanan
karena kami menggunakan sepeda motor. Legaaa...
Selain itu, manajer mengatakan bahwa ini di luar tanggung jawab instansi. Tentu saja kami tetap yakin untuk berangkat.
Kami menyewa motor selama dua hari seharga 130.000 rupiah. Dibagi dua karena boncengan (per anak kebagian Rp 65.000). Ada tambahan 4 teman yang bergabung (Dimang, Sandi, Gilang, Bang Andang). Kita sewa 6 motor, ditambah 2 motor milik sendiri. Total ada 8 motor. Konvoi nih...
Rencana kumpul setelah magrib. Namun karena persiapan yang cukup lama, kita kumpul semua setelah isya.
Saat akan berangkat, ada lagi halangan. Jalan
keluarnya ditutup portal dan dijaga karena sudah jam malam pandemi. Beberapa
ada yang mencoba lewat untuk memastikan, malah KTP mereka disita. Waduh..
tambah runyam. Beneran gagal ke Bromo nih?
Alhasil dengan segala perjuangan dan keributan, kita bisa mendapatkan KTP
kembali jam 10 malam. Tapi jalan tetap ditutup, kita harus cari jalan tikus.
Kita berhasil keluar ke jalan utama Kediri. Langsung menuju Malang, rumah Hany. Di perjalanan, kami sering terpisah satu sama lain. Yahh.. begini memang risiko trip motor.
Sepanjang perjalanan, aku yang dibonceng Dimang menyanyi bersama agar tidak mengantuk. Lagunya tidak asing, yang setiap hari diputar di sekolah.
"Pagiku cerahku... Matahari bersinar, Kugendong tas merahku di pundak.
Selamat pagi semua. Kunantikan dirimu di depan kelasku, menantikan kamu...
Guruku tersayang... Guruku tercinta... Tanpamu apa jadinya aku...
Tak bisa baca tulis, mengerti banyak hal.. Guruku terimakasihku... "
Sampai di perbatasan Kediri-Malang tengah malam, sekitar jam 12 malam. Ini di Kota Batu, kami berhenti untuk berfoto di perbatasan. Hanya sebentar. Sumpahh duingin bangett..
Lanjut perjalanan ke Malang kota. Mereka yang sampai duluan harus menunggu kami yang di belakang karena tidak tahu di mana tepatnya rumah Hany.
Alhamdulillah, akhirnya sampai. Kami disuguhi makanan yang membuat perut kami berbunyi semakin kencang. Makan malam jam 1 pagi, ngga papa kan?
Perut kenyang, saatnya istirahat tidur. Besok pagi buta kita berangkat ke Bromo agar mendapatkan sunrise.
Jam setengah 4 kami bangun. Bersiap-siap melanjutkan perjalanan. Rencana tinggallah rencana, kami tidak bisa mendapatkan sunrise Bromo.
Sampai di gerbang Bromo sekitar jam 5 pagi. Duingiinn puolll... Aku yang menggunakan baju dua lapis ditambah selapis jaket saja masih dingin. Parah. Bahkan teman-teman banyak yang membeli sarung tangan dan kerpus demi kehangatan.
Di sini kami menghangatkan tubuh dan bergantian salat subuh, lalu lanjut perjalanan. Jalanan yang naik dan berliku ini bisa mengasah kemampuan berkendara kita.
Naik, naik, naik, dan terus naik. Disuguhi pemandangan yang sangat memanjakan mata berupa pohon-pohon hijau menjulang tinggi. Udaranya seger banget.
Sesampainya, kita disambut dengan sabana yang hijau membentang luas. Sangat indah dikelilingi perbukitan.
Kita berhenti cukup lama hunting foto sambil menunggu teman-teman yang belum sampai. Setelah sampai semua, kita bersama membeli semangkuk bakso khas Malang seharga Rp 10.000 dan secangkir susu jahe seharga Rp 5.000. Perut kenyang, hati pun senang.
Amunisi ini digunakan untuk menaiki bukit. Hanya beberapa anak memilih untuk naik, lainnya stay di bawah. Izzu, Fian, Dimang, Sandi, dan Najib naik duluan, disusul aku dan Bang Waldin di belakang.
Potret Bromo dari Bukit |
Sungguh indah Bromo dari atas sini, angin juga silir-silir. Kami berfoto bergantian, tak lupa juga wefie.
Jateng, Jatim, NTB, Malut, Jabar. |
Terdengar teman-teman di bawah memanggil untuk melanjutkan perjalanan. Kami turun dan melanjutkan ke destinasi menarik selanjutnya. Kami tertarik untuk berhenti di Lautan Pasir Bromo.
Aku ingin naik kuda keliling lautan pasir, asalkan harganya terjangkau hehe...
Setelah bertanya ke tukang kuda, untuk harga Rp 10.000 tanpa batasan waktu ditambah bonus tukang kuda yang mendampingi serta memfotokan secara gratis. Gass dong.
Kuda di Lautan Pasir Bromo |
Setelah puas berfoto, kami digegerkan dengan Bang Dicky yang kehilangan tasnya. Semua barangnya ada di dalam tas itu, mulai dari uang, kartu-kartu, dan juga handphone. Kami mencari bersama dan mencoba menyusuri tempat-tempat yang tadi kami kunjungi. Nihil.
Ada kabar buruk lagi. Motor Om Yudi bocor di tengah lautan pasir, tidak ada bengkel di sini. Akhirnya kita terbagi menjadi dua kelompok, satu melaporkan kehilangan barang bersama Bang Dicky dan kelompok kedua membantu Om Yudi mencari bengkel.
Bang Dicky, Hany, Fian, dan Sandi memutar arah menuju pos pelaporan. Sisanya lurus mencari bengkel terdekat (katanya pemukiman penduduk lebih dekat jika lurus).
Sambil menunggu ban selesai diganti, kami duduk membersihan pasir yang masuk sepatu dan melihat indahnya kawah Bromo.
Kawah Bromo |
Ban selesai diganti. Kami tengah kebingungan untuk langsung balik ke pos pelaporan atau mampir ke kawah Bromo. Setelah berdiskusi kami memutuskan untuk ke kawah Bromo sebentar, karena sudah terlanjur di sini.
Tanjakan menuju kawah juga cukup tinggi untuk berjalan kaki. Di sini juga banyak yang menawarkan untuk naik kuda dengan tarif Rp 50.000 mengantar dan menunggu hingga selesai. Tentu saja kami menolak, menghemat.
Tanjakan Kawah Bromo |
Setelah jalan berpasir, dilanjut dengan ratusan anak tangga. Iseng menghitung, kami semua mendapatkan hasil yang berbeda berkisar 500an anak tangga.
Sampai di kawah, bau belerang sangat menyengat. Ingat untuk membawa masker sebelum naik ke kawah yaa..
Mata kami dimanjakan dengan penampakan sekeliling kawah yang sangat elok. Gada lawan.
Setelahnya, kami turun bergegas menuju pos awal. Hany dkk sudah turun ke Kota Malang terlebih dahulu untuk mencari vila. Kami menyusul setelah singgah sebentar di musala.
Kami sampai di vila cukup malam, bakda isya, karena sempat mampir istirahat, makan, dan salat. (Rp 10.000)
Rp 400.000 (iuran Rp 25.000/orang) cukup untuk menyewa sebuah vila sederhana di Kota Batu. Vila hemat yang cukup memisahkan tempat tidur laki-laki dan perempuan. Dilengkapi dengan dapur, dua kamar mandi, dan sebuah televisi.
Pagi harinya kami pulang ke Kediri dengan mampir sebentar ke salah satu tempat wisata di Pujon.
Sampai di Kediri, Fian yang orang asli sini menawarkan mampir ke rumahnya untuk makan malam. Alhamdulillah rezeki lagi...
Hanya beberapa orang yang mampir, sisanya memilih langsung pulang ke camp di Pare. Aku, Hany, Septa, Kak Alya, Izzu, Dimang, Sandi, Bang Dicky, dan Bang Andang mampir sekalian silaturahmi.
Total uang bensin yang diperlukan sebesar Rp 70.000 (Rp 35.000/orang) perjalanan Kediri-Bromo-Kediri.
Total Pengeluaran per orang :
- Sewa motor = Rp 65.000
- Tiket masuk bromo = Rp 34.000
- Makan = Rp 25.000
- Naik kuda (opsional) = Rp 10.000
- Sewa vila = Rp 25.000
- Bensin = Rp 35.000
Ngga tau harus berkomentar apa yang pasti SERUUU GUYS 🙌🤪
BalasHapuswaaah jadi nostalgia baca cerita ini lagi hahah
BalasHapusBagus ceritanya, jadi keingat masa Kali.
BalasHapusLalu
HapusJadii pengen ih
BalasHapusWaahh
BalasHapusJumlah orang jga ngaruh sma pengeluaran dong
BalasHapusIyap, semakin seru juga kalau rame
HapusOkee semngat travelling untuk kakak² yg suka treveling
BalasHapusPengenn ke bromooo ã… ã…
BalasHapusGasskan!
Hapus